Artikel ini adalah bagian dari seri Agama Hindu |
|
Topik | |
---|---|
Mitologi · Kosmologi · Dewa-Dewi · Agama Hindu di Nusantara |
|
Sejarah | |
Sejarah agama Hindu · Sejarah Hindu di Nusantara |
|
Lima keyakinan dasar | |
Brahman · Atman · Karmaphala · Samsara · Moksa |
|
Filsafat | |
Samkhya · Yoga · Mimamsa · Nyaya · Waisiseka · Wedanta |
|
Susastra | |
Weda · Samhita · Brāhmana · Aranyaka · Upanisad |
|
Hari Raya | |
Galungan · Kuningan · Saraswati · Pagerwesi · Nyepi · Siwaratri |
|
Kumpulan artikel tentang Hindu | |
Agama Hindu disebut sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan hingga kini,[a] dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai sanātanadharma (Dewanagari: सनातन धर्म),[b] artinya "dharma abadi" atau "jalan abadi"[11] yang melampaui asal mula manusia.[12] Agama ini menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh umatnya—tanpa memandang strata, kasta, atau sekte—seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri.
Sarjana Barat memandang Hinduisme sebagai peleburan atau sintesis dari berbagai tradisi dan kebudayaan di India,[13][14][15] dengan pangkal yang beragam dan tanpa tokoh pendiri yang tunggal.[16] Pangkal-pangkalnya meliputi Brahmanisme (agama Weda Kuno), agama-agama masa peradaban lembah Sungai Indus, dan "tradisi lokal yang populer".[14] Sintesis tersebut muncul sekitar 500–200 SM, dan tumbuh berdampingan dengan agama Buddha hingga abad ke-8.[17][18] Dari India Utara, "sintesis Hindu" tersebar ke selatan, hingga sebagian Asia Tenggara. Hal itu didukung oleh Sanskritisasi.[19][20] Sejak abad ke-19, di bawah dominansi kolonialisme Barat serta Indologi (saat istilah "Hinduisme" mulai dipakai secara luas[21]), agama Hindu ditegaskan kembali sebagai wadah tradisi yang koheren dan independen. Pemahaman populer tentang agama Hindu digiatkan oleh gerakan "modernisme Hindu", yang menekankan mistisisme dan persatuan tradisi Hindu. Ideologi Hindutva dan politik Hindu muncul pada abad ke-20 sebagai kekuatan politis dan jati diri bangsa di India.
Praktik keagamaan Hindu meliputi ritus sehari-hari (contohnya puja [sembahyang] dan pembacaan doa), perayaan suci pada hari-hari tertentu, dan penziarahan. Kaum petapa yang disebut sadhu (orang suci) memilih untuk melakukan tindakan yang lebih ekstrem daripada umat Hindu pada umumnya, yaitu melepaskan diri dari kesibukan duniawi dan melaksanakan tapa brata selama sisa hidupnya demi mencapai moksa.
Susastra Hindu diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: Śruti (apa yang "terdengar") dan Smerti (apa yang "diingat"). Susastra tersebut memuat teologi, filsafat, mitologi, yadnya (kurban), ritual, dan bahkan kaidah arsitektur Hindu.[22] Kitab-kitab utama di antaranya adalah Weda, Upanishad (keduanya tergolong Śruti), Mahabharata, Ramayana, Bhagawadgita, Purana, Manusmriti, dan Agama (semuanya tergolong smriti).[22]
Dengan penganut sekitar 1 milyar jiwa,[23] agama Hindu merupakan agama terbesar ketiga di dunia, setelah Kristen dan Islam.
Etimologi
Dalam teks berbahasa Arab, al-Hind adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suku bangsa di suatu daerah yang kini disebut India, sedangkan 'Hindu' atau 'Hindoo' digunakan sejak akhir abad ke-18 dan seterusnya oleh orang Inggris
untuk menyebut penduduk 'Hindustan', yaitu bangsa di sebelah barat daya
India. Akhirnya, 'Hindu' menjadi istilah padanan bagi 'orang India'
yang bukan Muslim, Sikh, Jaina, atau Kristen,
sehingga mencakup berbagai penganut dan pelaksana kepercayaan
tradisional yang berbeda-beda. Akhiran '-isme' ditambahkan pada kata
Hindu sekitar tahun 1830-an untuk merujuk pada kebudayaan dan agama kasta brahmana
yang berlainan dengan agama lainnya, dan kemudian istilah tersebut
diterima oleh orang India sendiri dalam hal membangun jati diri bangsa
untuk menentang kolonialisme, meski istilah 'Hindu' pernah dicantumkan dalam babad berbahasa Sanskerta dan Bengali sebagai antonim bagi 'Yawana' atau Muslim, sekitar awal abad ke-16.
— Gavin Flood, An Introduction to Hinduism.[24]
Kata Hindu diserap oleh bahasa-bahasa Europa dari istilah Arab al-Hind, dan mengacu kepada negeri bagi bangsa yang mendiami daerah sekitar sungai Sindu.[27] Istilah Arab tersebut berasal istilah Persian Hindū, yang mengacu kepada seluruh suku di India. Pada abad ke-13, Hindustan muncul sebagai nama alternatif India yang acap disebutkan, yang memiliki arti "Negeri para Hindu".[28]